Ummu Sulaim, Luruskan Suami dari Kesesatan

Ummu Sulaim mengajarkan untuk menanamkan rasa percaya diri kepada Anas.
Kepada sang suami, Ummu Sulaim pun menawarkan Islam. Tapi, suaminya menolak, bahkan menyebut Ummu Sulaim telah terkena pengaruh Nabi Muhammad SAW. Saat itu, Ummu Sulaim hanya menjawab bahwa ia tidak terkena pengaruh Rasulullah SAW, ia hanya beriman dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad.
Tak berhenti di sana, Ummu Sulaim gigih meyakinkan suaminya akan syariat Allah dan membebaskannya dari kesesatan yang ada. Suaminya pun terus menolak untuk mendengar nasihat dari sang istri. Meski begitu, Ummu Sulaim tak menyerah. Ia sadar tengah memikul sebuah tanggung jawab dan memilih untuk bersabar sembari mengikuti perkembangan yang ada.
Ia pun akhirnya mengenalkan peranan dan tanggung jawab Islam kepada sang buah hati, Anas. Ia mengajarkan dua kalimat syahadat kepada sang anak. Hal itu ternyata diketahui sang suami dan membuatnya murka. Ia membentak Ummu Sulaim dan menuduhnya telah merusak Anas. Namun, Ummu Sulaim membantah dan mengatakan, “Saya tidak merusaknya.”
Kisah Ummu Sulaim menggambarkan tentang tanggung jawab seorang ibu untuk mengajarkan dan mendidik anak-anaknya dengan baik. Hal itu ia lakukan tanpa bantuan dari sang suami.
Bila sang ayah ikut membantu, hal ini akan lebih baik. Tapi, jika tidak maka sang istri telah menunaikan kewajibannya. Meski terdapat perbedaan keyakinan antara Ummu Sulaim dan sang suami, kehidupan pernikahan mereka tetap berjalan harmonis dan baik. Selama sang suami tidak menyuruhnya untuk berbuat mungkar dan berbuat jahat, cinta dan kasih sayang tetap ia tunjukkan.
Suatu waktu, suami Ummu Sulaim melakukan pengembaraan ke daerah Syam. Di jalan, ia bertemu dengan sang musuh dan ia pun terbunuh. Ketika berita itu sampai ke telinga Ummu Sulaim, ia menerima musibah itu dengan tenang dan sabar. “Pasti, aku tidak akan menghentikan Anas menyusu, hingga susuku meninggalkan Anas hidup sehat. Dan aku tidak akan kawin kecuali bila Anas menyuruhku,” ujarnya kala itu.
Ummu Sulaim tidak pernah mendahulukan perasaan dari kewajibannya, bahkan ia tidak pernah lupa akan kewajibannya. Ia memilih untuk menuntaskan kewajibannya untuk mengurus anak daripada menikah, sementara kesempatan untuknya mendapatkan suami masih terbuka karena usianya masih muda.
Menjadi tanggung jawab bagi seorang ibu terhadap anak-anaknya untuk mencurahkan rasa kasih sayang, menjaganya dari segala permasalahan, memberi gizi yang baik, dan menghindarkan dari segala penyakit dan wabah.
Ummu Sulaim pun tidak lupa untuk menjaga kewajiban, pikiran, akidah, akhlak, dan tingkah laku. Ummu Sulaim mengajarkan untuk menanamkan rasa percaya diri dan kepercayaan dalam jiwa anaknya serta mendidiknya agar berani memikul tanggung jawab. Dengan begitu, si anak akan tumbuh dengan akidah yang kuat, sifat yang baik, dan tubuh yang sehat.
Waktu pun berlalu hingga Anas tumbuh sebaik yang diinginkan ibunya. Hingga ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, Ummu Sulaim menemui Rasul dan mengenalkan Anas. “Ya Rasulullah, ini anakku, Anas, siap menjadi pembantumu,” ucapnya.
Ya Rasulullah, ini anakku, Anas, siap menjadi pembantumu.
Saat itu, Anas berusia 10 tahun. Sejak pertemuan itu, ia menjadi pembantu Rasul hingga wafat. Singkat cerita, beberapa tahun setelahnya, Ummu Sulaim dipersunting Abu Thalhah, seorang yang terpandang di Kota Yatsrib. Namun, Abu Thalhah saat itu adalah seorang yang dalam keadaan musyrik. Ummu Sulaim pun menolak pinangannya.
Tiga kali mencoba, tiga kali pula pinangannya ditolak. Hal itu jelas membuat Abu Thalhah berpikir. Hingga akhirnya ia mantap untuk beriman dan hatinya terbuka untuk menerima ajaran Allah SWT.
Mendengar hal ini, Ummu Sulaim pun luluh dan menerima pinangan Abu Thalhah. Mahar yang diterima Ummu Sulaim adalah mahar termahal, yaitu Islamnya Abu Thalhah. Atas usahanya mengenalkan Islam kepada Abu Thalhah, Ummu Sulaim pun mendapatkan pahala dan nikmat dari sisi Allah.