Sejarah Penetapan Awal Tahun Hijriyah Oleh Umar bin Khattab

Dalam Sirah Nabawiyah, di masa Nabi Muhammad SAW belum ada yang namanya tahun baru Hijriyah. Namun penamaan bulan seperti Muharram, Safar, Rabiul Awal, Ramadhan, Dzulhijjah dan Dzulqodah sudah dikenal.
Menurut Ustaz Ahmad Sarwat, masyarakat Arab menjadikan peristiwa-peristiwa besar sebagai acuan tahun. Misalnya Tahun Gajah sebagai tahun kelahiran Rasulullah SAW. Dinamakan Tahun Gajah karena di tahun itu, Makkah diserbu oleh raja dengan pasukan gajah. Kemudian, ada masa dinamakan Tahun Duka Cita. Ini begitu saat istri Rasulullah, Siti Khadijah meninggal dunia dan pamannya Abu Thalib meninggal dunia, maka tahun itu disebut juga Tahun Duka Cita.
Sistem penanggalan seperti ini, kata Sarwat terus berlanjut di masa Rasulullah dan Khalifah Abu Bakar. Barulah di masa Khalifah Umar bin Khatab ditetapkan tahun di kalender hijriyah.
Di masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, agama Islam telah menyebar di berbagai negara. Komunikasi Khalifah Umar dengan para gubernurnya adalah dengan menggunakan surat yang diantar oleh kurir.
Kemudian Khalifah Umar mengumpulkan para sahabat untuk melakukan musyawarah. Pada saat musyawarah, muncul berbagai usulan untuk menetapkan awal tahun hijriyah.
Sebagian sahabat mengusulkan, awal tahun hijriyah dimulai sejak kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagian lagi mengusulkan sejak pertama turunnya wahyu, serta ada juga yang mengusulkan pada saat Nabi Muhammad wafat. Tapi kemudian berdasarkan kesepakatan, tahun hijriyah dimulai sejak hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah.
Nama bulan-bulan dalam kalender islam
Sistem penanggalan yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas di dalam Al Qur’an, yaitu sistem kalender bulan (qomariyah). Nama-nama bulan yang dipakai adalah nama-nama bulan yang memang berlaku di kalangan kaum Quraisy di masa kenabian. Namun ketetapan Allah menghapus adanya praktek interkalasi (Nasi’). Praktek Nasi’ memungkinkan kaum Quraisy menambahkan bulan ke-13 atau lebih tepatnya memperpanjang satu bulan tertentu selama 2 bulan pada setiap sekitar 3 tahun agar bulan-bulan qomariyah tersebut selaras dengan perputaran musim atau matahari. Karena itu pula, arti nama-nama bulan di dalam kalender qomariyah tersebut beberapa di antaranya menunjukkan kondisi musim. Misalnya, Rabi’ul Awwal artinya musim semi yang pertama. Ramadhan artinya musim panas.
Praktek Nasi’ ini juga dilakukan atau disalahgunakan oleh kaum Quraisy agar memperoleh keuntungan dengan datangnya jamaah haji pada musim yang sama di tiap tahun di mana mereka bisa mengambil keuntungan perniagaan yang lebih besar. Praktek ini juga berdampak pada ketidakjelasan masa bulan-bulan Haram. Pada tahun ke-10 setelah hijrah, Allah menurunkan ayat yang melarang praktek Nasi’ ini:
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram…” [At Taubah (9): 36]
“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah… ” [At Taubah (9): 37]
Dalam satu tahun ada 12 bulan dan mereka adalah:
- Muharram
- Shafar
- Rabi’ul Awal
- Rabi’ul Akhir
- Jumadil Awal
- Jumadil Akhir
- Rajab
- Sya’ban
- Ramadhan
- Syawal
- Dzulqa’idah
- Dzulhijjah
Sedangkan 4 bulan Haram, di mana peperangan atau pertumpahan darah di larang, adalah: Dzulqa’idah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Peristiwa Hijrah sebagai tonggak Kalender Islam
Masalah selanjutnya adalah menentukan awal penghitungan kalender islam ini. Apakah akan memakai tahun kelahiran Nabi Muhammad saw., seperti orang Nasrani? Apakah saat kematian beliau? Ataukah saat Nabi diangkat menjadi Rasul atau turunnya Al Qur’an? Ataukah saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan?
Ternyata pilihan majelis Khalifah ‘Umar tersebut adalah tahun di mana terjadi peristiwa Hijrah. Karena itulah, kalender islam ini biasa dikenal juga sebagai kalender hijriyah. Kalender tersebut dimulai pada 1 Muharram tahun peristiwa Hijrah atau bertepatan dengan 16 Juli 622 M. Peristiwa hijrah Nabi saw. sendiri berlangsung pada bulan Rabi’ul Awal 1 H atau September 622 M.
Pemilihan peristiwa Hijrah ini sebagai tonggak awal penanggalan islam memiliki makna yang amat dalam. Seolah-olah para sahabat yang menentukan pembentukan kalender islam tersebut memperoleh petunjuk langsung dari Allah. Seperti Nadwi yang berkomentar:
“Ia (kalender islam) dimulai dengan Hijrah, atau pengorbanan demi kebenaran dan keberlangsungan Risalah. Ia adalah ilham ilahiyah. Allah ingin mengajarkan manusia bahwa peperangan antara kebenaran dan kebatilan akan berlangsung terus. Kalender islam mengingatkan kaum muslimin setiap tahun bukan kepada kejayaan dan kebesaran islam namun kepada pengorbanan (Nabi dan sahabatnya) dan mengingatkan mereka agar melakukan hal yang sama.”
Amalan Tahun Baru Islam
Tahun Baru Islam di Indonesia pada umumnya diperingati dengan cara melakukan tausiyah mengenai muhasabah diri, memperbanyak doa, bersyukur pada Allah SWT. Selain itu juga masih banyak amalan lainnya yang dikerjakan guna mengingat nikmat Allah SWT dan juga bersyukur atas segala karunia yang telah Allah SWT berikan pada seluruh umat muslim hingga saat ini.
Setidaknya ada 12 amalan Tahun Baru Islam menurut kitab Kanzun Naja wa as-Surur fi Ud’iyyat Tasyrah as-Shudur karya Shekh Abdul Hamid.
Disebutkan, ada 10 amalan Tahun Baru Islam yang bisa dilakukan untuk mendapat berkah bulan Muharram dan dua yang menjadikannya sempurna. Berikut ini daftarnya:
- salat
- puasa Asyura
- bersilaturahmi
- ziarah ke makam orang alim
- menjenguk orang sakit
- membuat celak mata
- mengusap kepala anak yatim
- bersedekah
- mandi
- menambah nafkah keluarga
- memotong kuku
- membaca Surat Al-Iklhas sebanyak 1.000 kali
Apakah Anda juga akan mengamalkan hal-hal di atas pada peringatan Tahun Baru Islam 2021 yang jatuh pada tanggal 10 Agustus 2021 nanti? Marilah segera persiapkan diri agar dapat menyambut Tahun Baru Islam dengan diri yang lebih baik lagi agar kita senantiasa diberi limpahan rahmat dari Allah SWT.