Kisah Abu Bakar Perangi Orang Kikir yang Enggan Berzakat

Sepeninggal Rasulullah SAW, para khulafaurrasyidin mencoba menjaga sunnah Nabi dan syariat Islam. Hal ini sebagaimana yang dilakukan Sayyidina Abu Bakar saat memerangi orang-orang kikir yang enggan berzakat.
Syekh Muhammad Yusuf Al-Kandahlawy dalam kitab Sirah Sahabat mengutip sejumlah hadis yang berkenaan dengan sikap Sayyidina Abu Bakar dalam menegakkan syariat Islam. Abu Hurairah berkata, “Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia dan Abu Bakar menjadi khalifah sesudahnya, maka banyak bangsa Arab yang menjadi kafir,”.
Sayyidina Umar berkata, “Wahai Abu Bakar, bagaimana mungkin engkau akan memerangi orang-orang itu, padahal Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan la ilaha illallah, dan siapa yang mengucapkan itu, maka harta dan jiwanya terlindungi kecali menurut haknya, dan hisabnya ada pada Allah,”.
Sayyidina Abu Bakar berkata, “Demi Allah, aku benar-benar akan memerangi orang yang memisahkan antara shalat dengan zakat, karena zakat merupakan hak harta. Demi Allah, andaikan mereka tidak mau menyerahkan seutas tali kepadaku, yang dulu mereka serahkan kepada Rasulullah SAW, niscaya aku akan memerangi mereka,”.
Sayyidina Umar berkata, “Demi Allah, menurut pendapatku, hal ini terjadi karena Allah telah melapangkan dada Abu Bakar untuk berperang, sehingga aku pun tahu bahwa memang dia benar,”.
Sejarah Pengelolaan Zakat Pada Masa Khalifah Abu Bakar Asyidiq

Abu Bakar terkenal dengan ketegasannya ketika menarik dan mengelola zakat. Bagi siapa saja yang membangkang dan menolak membayar zakat, Abu Bakar tidak segan untuk memerangi orang tersebut.
Pada masa pemerintahan Abu Bakar, belum ada lembaga swasta yang melayani jasa menarik zakat dan mendistribusikannya. Oleh sebab itu, selain menyalurkan langsung seorang diri kepada mustahiq, pengelolaan zakat dikelola terpusat oleh negara.
Abu Bakar membuat sistem penarikan zakat di tingkat daerah. Langkah pertama yang dilakukannya adalah dengan mengirim surat kepada setiap gubernur yang mengelola wilayah kekuasaan Islam. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa gubernur perlu menyiapkan orang-orang yang menarik zakat, membuat hukum daerah yang dapat membantu proses penarikan zakat.
Dalam surat juga ditegaskan, bahwa zakat adalah ibadah yang wajib dilaksanakan bagi kaum muslimin, yang memiliki kelebihan harta. Serta saat melakukan penyaluran zakat, gubernur diinstruksikan untuk mengukur kadar pemberian secara adil dan sesuai kebutuhan dari mustahiq. Tidak boleh kurang, tidak boleh berlebihan. Walaupun ada seorang mustahiq yang meminta zakat lebih, selama sudah diukur sesuai kebutuhannya, maka tidak diperbolehkan menambah. Hal ini guna untuk pemerataan orang-orang yang menerima zakat.
Pengelolaan zakat pada masa Khalifah Abu Bakar Asyidiq cukup terpusat dikelola oleh negara. Sistem penyalurannya pun tidak jauh berbeda dengan bagaimana cara Rasulullah menyalurkan zakat. Rasulullah menggunakan Baitul Mal untuk menampung, menghitung, serta mendistribusikan zakat kepada mustahiq. Bila Sahabat belum membaca ulasan Sejarah pengelolaan zakat pada masa Nabi Muhammad, bisa klik link di sini yaaa!
Hal yang berbeda dari sistem pengelolaan zakat Abu Bakar adalah pada ketegasannya menarik zakat. Pada masa Rasulullah, penarikan zakat dilakukan tanpa adanya perlawanan. Sebab Rasulullah merupakan seorang Nabi dan pemimpin yang sangat dihormati dan ditaati oleh berbagai suku dan kalangan. Namun, ketika kepemimpinan berganti, banyak orang yang tidak mau mentaati kebijakan pemimpin soal zakat. Oleh sebab itu, Abu Bakar menjadi lebih tegas soal pengelolaan zakat.